Bulan
yang dinanti-nanti umat muslim di seluruh dunia kini telah datang. Ramadhan
suci dan penuh berkah telah kembali. Sebuah kisah datang dari seorang nenek
yang hidup sebatang kara, bernama Nenek Ijah.
Sore itu, Nenek Ijah pulang dari
hutan setelah sejak tadi siang mencari kayu bakar. Nenek Ijah sangat rajin,
walaupun usianya telah senja beliau mempunyai semangat hidup yang tinggi.
Beliau tidak kenal lelah dalam bekerja. Karena beliau tahu penghasilannya hanya
dari mencari kayu bakar yang kemudian dijual. Tetangga di sekelilingnya pun
banyak menaruh seimpati pada Nenek Ijah. "Nek,
baru pulang?". "Iya Nak.Ya beginilah nenek setiap hari. Nenek harus
bekerja keras untuk makan dan menghidupi nenek sendiri." "Nenek yang
sabar ya, Nek." "Iya Nak. Nenek pulang dulu ya belum menyiapkan
makanan untuk buka puasa."
Nenek Ijah melanjutkan perjalanannya
ke gubuk tua sederhana miliknya. Sesampainya di rumah, beliau segera memasak
untuk buka puasa. Ternyata tidak ada beras sebutir pun. Beliau lupa kalau
cadangan berasnya habis. "Ya Allah…Tidak ada beras sebutir pun. Berikan
rizki-Mu pada hamba Ya Allah." Sabar dan tabah itulah Nenek Ijah. Do'alah
yang selalu menjadi pegangan hidup beliau. Karena beliau yakin dan percaya bahwa
Allah tidak akan memberikan cobaan pada hamba-Nya melebihi batas kemampuan
umat-Nya yang sedang diuji. Buka puasa kali ini beliau hanya ditemani lauk
tempe dan tahu. Sangat-sangat sederhana, karena itulah Nenek Ijah yang memang
selalu hidup dalam keserdahanaan.
"Assalamualaikum
Nek Ijah.", terdengar suara ketokan pintu. "Waalaikumsalam. Nak
Andin, ada apa Nak?" "Ini Nek ada titipan dari Ibu."
"Alhamdulillah. Terima kasih Ya Allah. Terima kasih Nak. Semoga Allah
membalas kebaikan keluarga kalian." "Amiin Ya Robbal Alamiin. Ya
sudah Nek, Andin permisi pulang dulu ya Nek. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Hati-hati Nak. Salam untuk Ibu dan Bapak."
Nenek Ijah masuk ke dalam rumahnya
dan membuka rizki yang diterimanya tadi. Beliau bersyukur masih ada orang yang
peduli dengannya.
Menunggu waktu buka puasa, Nenek
Ijah duduk di kursi rotan kesayangannya. Teringat anak dan menantunya yang
telah menelantarkannya hingga menjadi seperti sekarang ini. Hati dan batinnya
terasa teriris mendapati perlakuan dari anak yang telah dirawatnya sejak kecil
itu.
Dug…dug…dug…Allahu
Akbar Allahu Akbar. Bedug adzan maghrib menyadarkan Nenek Ijah dari
lamunannya itu. Tanpa tersadar air mata menetes membasahi pipi Nenek Ijah.
Nenek Ijah berbuka puasa dengan penuh sukacita. Secangkir teh manis telah
membasahi kerongkongannya yang telah kering.
Seperti biasa, Nenek Ijah tidak
langsung makan. Beliau terlebih dahulu menunaikan ibadah sholat maghrib.
Selesai mengambil wudhu Nenek Ijah segera menunaikan kewajibannya sebagai umat
muslim. Khusyuk dan tumakninah selalu diutamakann Nenek Ijah. Beliau sadar
bahwa diusianya yang sudah tua ini beliau harus memperbanyak ibadah dan beramal
sholeh.
Hari-hari Nenek Ijah berjalan
layaknya seperti biasa. Mencari kayu bakar, pulang hampir larut malam dan
kemudian esok harinya kayu bakar itu dijual. Hingga pada suatu hari, Nenek Ijah
tidak seperti biasanya. Tidak terlihat beliau mencari kayu bakar seperti
biasanya. Banyak tetangga yang mengkhawatirkannya.
Beberapa hari berikutnya Nenek Ijah
memang tidak mencari kayu bakar. Ternyata beliau sakit. Entah sakit apa yang
menyerang Nenek Ijah. Tetangga di sekelilingnya menawarkan untuk pergi ke
dokter, tapi Nenek Ijah tidak mau merepotkan mereka. Disaat seperti ini, Nenek
Ijah sangat merindukan anaknya agar bisa merawatnya sepenuh hati. Tapi mungkin
keinginannya itu tidak terwujud.
"Ya
Allah Nenek Ijah pingsan. Kita harus membawa beliau ke rumah sakit."
Suara tetangga terdengar heboh. Mereka membawa Nenek Ijah yang sedang dalam
keadaan pingsan. Mereka semua panik. Sebagian dari mereka pergi ke kota untuk
mengabari anak Nenek Ijah dan membawa anaknya itu ke rumah sakit dimana Nenek
Ijah dirawat.
Anaknya sangat terkejut mendengar
berita itu. Mereka langsung meluncur ke rumah sakit dimana Nenek Ijah dirawat.
Ternyata tanpa disangka-sangka Nenek Ijah menderita Kanker Mulut Rahim.
Penyakit itu datang tiba-tiba dan menyerang seorang nenek yang sangat baik
seperti Nenek Ijah. Anaknya menangis dan menyesali perbuatannya selama ini.
Mereka minta ma'af kepada Nenek Ijah. Nenek Ijah tidak marah dan beliau tetap
tersenyum kepada anak, menantu dan cucunya itu.
Begitulah Nenek Ijah, dalam keadaan
sakit separah apa pun beliau tetap menjalankan kewajibannya. Sholat lima waktu
tetap sempurna beliau kerjakan, walaupun dalam keadaan tidur. Mengaji pun
selalu menjadi amalan beliau.
Hingga pada suatu malam, ketika
beliau selesai sholat kemudian membaca Al Qur'an, nyawa Nenek Ijah diambil oleh
Sang Pencipta. Nenek Ijah meninggal dalam keadaan khusnul khotimah. Semua
keluarganya menangis dan menyesali kepergian Nenek Ijah, terutama anaknya. Ia
menyesal belum bisa memberikan secercah kebahagiaan diakhir hidup Ibunya.
Do'a terakhir Nenek Ijah,
Ya Allah…
Ampunilah dosa dan kesalahan anak
hamba Ya Allah…
Berikanlah kebahagiaan yang kekal
kepadanya Ya Allah...
0 komentar:
Posting Komentar